Imigran asal Irak ramai jadi tukang cukur di Puncak Bogor

Imigran asal Irak ramai jadi tukang cukur di Puncak Bogor

Tuesday 9 August 2016

Imigran asal Irak ramai jadi tukang cukur di Puncak Bogor
Turis arab di Puncak. ©2014 Lintastoday
Para imigran pencari asal Irak banyak bermukim di wilayah Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Mereka belakangan marak bekerja bahkan hingga menjadi tukang cukur.

Kondisi ini, membuat petugas kantor Imigrasi Kelas I Bogor marak melakukan razia. Setidaknya ada enam warga negara asal Irak diamankan di kawasan Puncak, Desa Tugu Utara, Cisarua, Kabupaten Bogor, Senin (8/8) semalam. Mereka adalah Harith Wathiq (32), Moammar Karim (37), Abaad Karam (37), Abbas Saleh (28), Raad Fadhi (24), dan Falid Karem (34).

Keenam imigran itu digelandang lantaran dianggap menyalahi aturan dokumen keimigrasian yang melarang imigran bekerja menghasilkan uang.

Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Bogor Herman Lukman menuturkan, para imigran diamankan sekitar 22.00 WIB saat bekerja sebagai pemangkas rambut pria di beberapa salon kawasan Puncak. "Kami amankan enam imigran mandiri saat bekerja sebagai tukang cukur di lima salon yang berada di Warungkaleng, Tuguutara, Cisarua. Enam imigran ini merupakan pencari suaka dan pengungsi, tutur Herman.

Herman menjelaskan, merujuk pada Peraturan Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Ham No IMI 0342 GR 0207 tentang Penanganan Imigran sebagai Pencari Suaka dan Pengungsi, membatasi aktivitas imigran untuk membuka usaha dan bekerja formal atau non formal untuk menghasilkan uang.

Dari segi etika, lanjut Herman, dengan bekerjanya para imigran tersebut tentunya akan menimbulkan persoalan baru di masyarakat sekitar. Hal ini juga menjadi persoalan baru, di lain pihak warga sekitar sulit mendapatkan pekerjaan, sedangkan para imigran bekerja. Ke enam imigran tersebut akan dikirim ke Rudenim (Rumah Detensi Imigrasi) yang ada di Kalideres, Jakarta, katanya.

Salah seorang imigran, Falid Karim, berdalih mencari uang di Indonesia untuk membiayai keluarga yang saat ini tengah sakit. Saya sendiri tidak tahu jika imigran tidak diperbolehkan menghasilkan uang. Saya bekerja karena Aba (ayah) sedang sakit, kata Karim.

Dia mengaku baru tiga bulan sebagai pemangkas rambut pria di sebuah salon dengan rata-rata Rp 100.000 hingga Rp 200.000 per minggunya. Pekerjaan yang dia lakukan karena biaya keseharian mengandalkan uang kiriman dari sanak saudaranya di Irak sudah tidak terkirim beberapa bulan terakhir.

Negara kami tengah berbahaya. Sangat sulit mengirim uang ke Indonesia. Sedangkan dari Badan PBB (UNHCR) kami hanya mendapatkan dokumen dan tidak mendapatkan uang, paparnya.

Sementara itu, Kasie Pengawasan dan Penindakan Kantor Imigrasi Bogor, Arif Toto menerangkan, para imigran mandiri atau para peminta suaka/pengungsi yang tiba secara ilegal di Indonesia memang tidak mendapatkan uang saku dari UNHCR. Mereka masuk ke Indonesia secara ilegal dengan menumpang perahu melalui jalur tikus. Di Cisarua ini semua imigran statusnya mandiri, katanya.
KOMENTAR. APA KOMENTAR ANDA?

Apa komentar dan tanggapan Anda dari berita di atas?

Emoticon