Pengacara Humprey laporkan Jaksa Agung ke Ombudsman

Monday 8 August 2016

Pengacara Humprey laporkan Jaksa Agung ke Ombudsman

Pengacara Humprey laporkan Jaksa Agung ke Ombudsman
Kuasa hukum Humprey Ejike datangi Ombudsman. ©2016 Lintastoday
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat dan anggota tim kuasa hukum salah satu terpidana mati yang dieksekusi mati pada Jumat 29 Juni lalu yakni Humprey Ejike Jefferson mendatangi Ombudsman. Kedatangan mereka guna melaporkan Jaksa Agung HM Prasetyo karena dinilai telah melakukan maladministrasi pada eksekusi mati gelombang ketiga itu.

"Kejaksaan Agung telah melanggar ketentuan sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Grasi dan Undang-undang PNPS tentang tata cara pelaksanaan eksekusi mati," kata Direktur LBH Masyarakat Ricky Gunawan saat mendatangi kantor Ombudsman di Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (8/8).

Ricky mengungkapkan, terpidana mati Humprey Ejike Jefferson pada 25 Juli 2016 sudah mendaftarkan permohonan grasi melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun belum putus grasi tersebut eksekusi tetap dilakukan.

"Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015 pembatasan jangka waktu pengajuan grasi 1 tahun. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi itu, Humprey Ejike Jefferson masih memiliki hak pengajuan grasi," paparnya.

Dia menambahkan, penolakan grasi seharusnya menunggu jawaban dari presiden. Hal ini sesuai dengan Pasal 13 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 jo Pasal 5 Tahun 2010 tentang grasi yang menyatakan terpidana mati, kuasa hukum atau keluarga terpidana mati mengajukan permohonan grasi tidak dapat dilaksanakan (eksekusi mati) sebelum keputusan dari presiden.

"Kejaksaan Agung mau nolak silakan. Ditolak dan diterima itu urusan belakangan, tapi sebaiknya surat permohonan grasi dibaca dulu, jangan langsung ditolak. Mereka yang dieksekusi sampai saat ini kita tidak tahu alasannya," tegasnya.

Dengan demikian, kata Ricky, Kejaksaan Agung tidak dapat melakukan eksekusi mati terhadap Humprey karena hingga hari pelaksanaan eksekusi dia belum pernah mendapatkan keputusan presiden perihal permohonan grasi yang diajukan.

"Jadi eksekusi jilid III yang dilakukan oleh Kejagung itu adalah eksekusi yang tidak sah dan melanggar hukum," tandasnya.

Pada kesempatan yang sama, anggota Ombudsman Adrianus Eliasta Meliala mengatakan, akan menelusuri laporan tersebut. Dan pihaknya akan berkoordinasi dengan lembaga-lembaga terkait keterangan tersebut.

"Kami cek dulu apakah ada maladministrasi atau tidak. Kita melihat pelanggaran hukum dari perspektif administrasi. Kalau tadi kita dengar, kelihatannya ada pelanggaran. Tapi kita harus telusuri dulu melalui jalur-jalur yang kami punya," kata Adrianus.

Menurutnya, Kejagung ini adalah lembaga hukum yang secara kualitas paling tinggi. Tidak boleh ada ruang untuk terjadi pelanggaran karena ini terkait pelanggaran hukum, apalagi eksekusi mati.

"Seharusnya tidak ada ruang pelanggaran hukum yang terjadi di Kejagung, terutama soal eksekusi hukuman mati," tandasnya.

Apa komentar dan tanggapan Anda dari berita di atas?

Emoticon

© Copyright 2012-2016 LINTASTODAY. All rights reserved